Jumat, 11 Desember 2009

Sang Benalu

Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis, risang maweh gandrung, sabarang kadulu wukir moyag-mayig, saking tyas baliwur, oooong......
Proyek jalan tol yang diminta sebagai jalan untuk rujuknya antara Prabu Bomanarakasura dan Dewi Haknyanawati, adalah proyek ’cassing’ proyek pemborosan yang tidak banyak memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Haknyanawati hanya ingin bersolek , berpenampilan manis, agar kejelekan hatinya tidak nampak. Dia amat paham kalau masyarakat menilai sesuatu dengan kemegahan proyek phisik yang berhasil dibangunnya. Mereka akan bungkam bila proyek ambisius itu terwujud. Akan tetapi sejawat sesama LSM amat paham dengan keculasan Dewi Haknyanawati. Mereka mencibir ulah Haknyanawati yang selalu menelikung dan memperalat teman-temannya untuk mengeruk keuntungan pribadinya semdiri. Contoh kecil adalah sering proposal yang sudah cair, kemudian diaku sebagai hasil jerih payahnya. Padahal orang lain yang bersusah payah mengerjakannya.Bahkan pernah Sang Dewi memalsu tanda tangan Prabu Boma, hanya untuk kepentingan dirinya pula. Saking murkanya, Prabu Bomanarakasura pada waktu itu, memecat dirinya dengan tidak hormat. Dan akhirnya dia kembali lagi dengan sejuta rayuan mautnya. Prabu Boma menerima kedatangannya tanpa rasa curiga.
Kini Dewi Haknyanawati telah menjadi Ratu di Trajutrisna. Dia mempunyai kekuasaan yang tiada batasnya. Semua pos-pos yang menguntungkan dikuasainya. Pembangunan, pengangkatan, dan pemecatan karyawan dilakukannya tanpa musyawarah dengan punggawa Trajutrisna. Dia kini ingin menunjukkan loyalitas kepada yayasan Trajutrisna yang telah memberikan kekuasaan kepadanya. Padahal semua orang sudah tahu kalau dulu dia itu terkenal dengan ’pecundang’ yang selalu ingin nggembosi yayasan. Contoh kecil adalah, dia tidak mau menyekolahkan anaknya di yayasan Trajutrisna. Demikian juga ketika di Trajutrisna sudah ada TK nya, dia bersaiang ingin nggembosi yayasan dengan mendirikan sekolah baru, pun dengan sekolah-sekolah yang lain yang berbau yayasan diapun juga demikian. Bahkan yang terakhir konangan menilap dana ratusan juta, untuk kepentingan pribadinya pula. Dan untunglah sebelum ada pihak-pihak yang komplin dia segera ditawari mbalik lagi ke Trajutrisna, yang waktu itu ada lowongan ratu di sana. Dan akhirnya dengan tipu muslihat, gaya bahasa yang meyakinkan dan terkesan bijaksana, berhasil mengelabuhi hulubalang Kerajaan Trajutrisna hingga sekarang ini.
Trajutrisna kini dalam kondisi yang carut-marut. Dewi Haknyanawati hanya sibuk mencari muka, demi menjaga keamanan jabatanya. Sampai-sampai wisuda prajurit yang baru dilakukan di gedung bundar beberapa pekan yang lalu, nyaris berubah menjadi ajang MoU. Mejeng ora Umum. Bermanis muka di hadapan Prabu Bomanarakasura dengan menelantarkan para wisudawan hingga larut siang dan mengacaukan acara tersebut separti molornya jadwal hingga pengaturan konsumsi yang berantakan.
Sementara itu di negeri Mandura nampak Prabu Baladewa sang Penguasa Daerah Mandura (baca: PDM) tengah dihadap Patih Pragota dan Raden Setyaki. Mereka tengah melaporkan bahwa pembangunan proyek yang dilakukan oleh Dewi Haknyanawati telah melanggar wilayah Mandura. Proyek yang dilaksanakan oleh Patih Pancatnyana itu telah merusak komplek pemakaman Astana Gadamadana. Makam para leluhur negeri Mandura. Patih Pragota dan Setyaki nampak serius menyoroti proyek ngawur tersebut. Akan tetapi Prabu Baladewa sebagai ketua PDM nampak pilon, ndak kuasa mencegah, apalagi sekedar mengingatkan saja. Padahal dia itu terkenal singa panggung yang selalu mudah marah , mengumpat dan menghina di atas podium siapa saja yang nggak disenangi. Tapi kala ia berhadapan langsung dengan saingan politiknya seperti Prabu Kresna, dia mati kutu. Dia kehilangan kata-kata, hilang sifat kepemimpinnya, hilang kebijaksanaannya, hilang kedewasaannya, nggak tegas, dan nggak pemarah lagi. Barangkali semua itu terpengaruh istrinya, Dewi Erawati yang sok keminter, sok kuasa, dan nggak pernah tersenyum dan ramah kepada orang lain. Sehingga kepekaan kepemimpinannya musnah.

Tak terasa negeri Mandura dan juga negeri Trajutrisna sedang digerogoti oleh benalu yang sejatinya. Kini negeri itu tinggal menunggu menjadi negeri yang hancur, meninggalkan puing-puing kemegahan yang telah lama dibangun oleh para leluhur negeri Mandura. Sementara para pejabat telah terlena dengan kemegahan semu. Mereka tergiur oleh proyek-proyek mercusuar, sekedar untuk mencari profit, pujian, dan melanggengkan kekuasaan , serta untuk menutupi pemerintahan yang carut-marut.
Tidak jauh dari sana nampak makelar-makelar jabatan PNS gentayangan menawarkan kenikmatan jabatan. Tak terkecuali pemerintah daerah yang getol menyuarakan pemerintahan yang bersih, ternyata nggak susuai dengan kenyataan. Para calon kepala sekolah bercerita kalau sekarang ini banyak makelar yang menawarkan jasa jabatan. Mereka berasal dari pusat kekuasaan. Wah !!!!