Senin, 15 Juni 2009

Dersanala Cinidra

Ibarat ikan sudah masuk perangkap. Dersanala tidak bisa berbuat benyak, kecuali hanya menangis sejadi-jadinya. Sedangkan HP dan alat komunikasi lainnya telah disita oleh pengawal Bathara Guru semenjak di gapura ring empat siang tadi. Sementara Bathara Brama tidak nampak di pasamuan agung siang itu. Jerit tangis anaknya tidak terdengar sama sekali. Maklumlah istana itu telah di buat kedap suara. Seluruh ruangan telah steril dari alat penyadap suara dan gambar. Orang lain termasuk Bathara Brama tidak diperkenankan masuk meliputnya.
”Eyang pukulun, bunuhlah saja cucumu ini, saya tidak sudi ikut denganmu eyang, cintaku hanya satu ,Raden Janaka ...” jerit Dersanala sambil meronta-ronta.
”Dersanala, jeneng kita wis ndak bisa mengelak dengan cara apapun, sekarang awakmu sudah menjadi kekuasaan ulun, jeneng kita kudu manut menurut apa yang menjadi sedyaku”
”Menawi mekaten terbukti bahwa eyang pukulun menika sudah berbuat dholim, merusak keadilan, semena-mena, otoriter, berbuat hanya semaunya sendiri, tanpa rasa keadilan dan perasaan...”
”Kok awakmu lancang mengatakan ulun seperti itu, apa dasarnya ”
”Jagad raya ini sudah menjadi saksi, bahwa Dersanala itu sudah syah menjadi istri Raden Janaka, tengah-tengahnya kami asyik berbulan madu, memadu kasih, merajut asmara, lha kok pukulun paksa, kami agar diceraikan ..., berarti eyang pukulun itu tidak bisa membina dan mengasuh terhadap perasaan seseorang yang baru saja menikmati alming bebrayan, padahal saya ini sekarang tengah mengandung satu bulan...., positif hasil pemeriksaan dokter kandungan”
”Dersanala, walaupun ocehanmu seperti seribu burung beo, namun kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Perkara kehamilanmu itu mudah bagi ulun. Tinggal panggil dokter aborsi, kasih obat terus dipijet, clothooot..., keluar jabang bayinya terus dikubur di belakang rumah, bereees....”
”Akan tetapi ...”
”Pramoni, Durga ..., jangan kesuwen, hayo cepat ikat tangannya, bius dengan obat yang telah kau siapkan, bawalah Dersanala ke Tunggul Malaya, kawinkan secara pakasa dengan anakmu si Dewa Srani ”
”Kasinggihan Mas Guru !!”

Secepat kilat Dewi Dersanala berhasil dibawa kabur oleh Bethari Durga. Sementara di luar ruangan, Bathara Brama dan Bathara Indra hanya kamitenggengen melihat ulah Bethari Durga membawa kabur anaknya.

”Yayi Bathara Indra ”
”Ada apa kakang pukulun Brama”
”Yayi, dalam hatiku kok sepertinya nggak tega melihat anakku si Dersanala. Akan tetapi mau apa lagi, aku dewe juga ndak bisa berbuat apa-apa, akan tetapi tetap aku sebagai ayahnya tidak tega yayi, oleh karena itu hantarkan aku untuk mengikuti Bathari Durga ke Tunggul Malaya, kasihan Dersanala anakku..”
”Hayo aku hantarkan kakang pukulun..”

Tidak beberapa lama kedua pejabat kadewatan Suralaya itu mengejar mengikuti larinya Bathari Durga. Tepat di atas komplek pertokoan dan swlayan, kilometer sepuluh, ada kejadian nganeh-anehi, tiba-tiba dari perut via jalan kelahiran, keluar jabang bayi prematur, tetapi wujudnya sedah menjadi bayi yang sempurna. Kaget sang Dewi Durga, segera ditangkap dipegang kuat-kuat bayi berkelamin laki-laki itu, ditendang dan diinjak-injak bagaikan wasit PSSI yang memihak kepada pemain tuan rumah. Dhes...dhez.... conthal ...., bayi itu diombang-ambingkan kemudian dilontarkan masuk ke jurang yang terjal. Bathara Brama yang menyaksikan peristiwa itu merasa tidak tega, timbul rasa belas kasihan terhadap anak dan cucu pertamanya. Dia menjadi geram dengan ulah ibu tirinya. Tanpa sepengatuhan Bathari Durga Brama dan Indra melesat secepat kilat menyelamatkan jabang bayi yang dibuang Bathari Durga.

Jumaangkah hanggra sesumbar, lindhu bumi gonjing, gumaludhug guntur ketug, umob kang jaladri, oooong

”yayi Indra, didepan kita ini telah kita temukan bayi yang dibuang oleh Bethari Durga. Ini aku yakin, bahwa ini cucuku, anak si Dersanala dengan Janaka ”
”kakang Brama, ini sangat tepat kakang, mumpung bayi ini masih kecil, lebih baik hayo kita bunuh saja, sebab aku kuwatir kalau besar nanti mesti bikin masalah yang besar”
”Yayi Indra, walau bagaimanapun ini adalah cucuku, oleh karenanya aku tidak tega untuk membunuhnya, sekarang aku serahkan kepadamu saja yayi ...”
”kalau begitu bayi ini akan aku ceburkan di Kawahcandradimuka”
”Ya sudah kalau begitu lakukan saja yayi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar